Sensor adalah peranti yang menerima input berupa suatu besaran/sinyal
fisik yang kemudian mengubahnya menjadi besaran/sinyal lain yang
diteruskan ke kontroler. Terdapat banyak jenis sensor yang digunakan
pada robot. Bahasan ini akan meliputi beberapa jenis sensor yang
digunakan terutama pada mobile robot dan lebih dititikberatkan pada
antarmuka dengan kontroler.
Sensor dapat diklasifikasikan berdasarkan outputnya, yaitu :
- Output biner : berupa 0 (0 V) atau 1 (5 V).
- Output analog : misal 0 V hingga 5 V.
- Output pewaktu : misal PWM, waktu RC, waktu pantul
- Output serial : misal UART (RS232), I2C, SPI, 1 wire, 2 wire, serial sinkron
- Output paralel
Sensor juga dapat diklasifikasikan berdasarkan aplikasinya seperti terlihat pada Tabel 0-1.
| Lokal | Global |
| Internal | Pasif : sensor batere, temperatur, enkoder poros, akselerometer, giroskop, inklinometer, kompas Aktif |
|
| Eksternal | Pasif : kamera on-board Aktif : sensor sonar, inframerah, pemindai laser | Pasif : kamera overhead, satelit GPS Aktif : sonar GPS |
Besaran
fisik yang diindra oleh sensor bisa berasal dari lingkungan di luar
robot (sensor eksternal) ataupun keadaan dari robot itu sendiri (sensor
internal). Sensor internal biasanya digunakan untuk memonitor posisi
dan/atau kecepatan serta torsi pada sendi robot.
Dari sisi robot sensor dibedakan menjadi
- Sensor lokal (on-board) : yang terpasang pada robot
- Sensor global : yang terpasang di lingkungan yang mengirimkan data ke robot
Selain kedua hal di atas, sensor juga dibedakan menjadi :
- sensor pasif : yang memonitor lingkungan tanpa mengganggunya
- sensor aktif : yang memberikan stimulasi ke lingkungan dalam pengukurannya.
Sensor Sentuh (Tactile Sensor)
Banyak
robot yang memerlukan sensor sentuh sebagai kelengkapannya. Penggunaan
sensor sentuh misalnya untuk mendeteksi keberadaan suatu obyek pada
tangan robot dan mencegah tabrakan antara robot dengan suatu obyek. Di
industri sensor jenis ini digunakan untuk menghitung produk yang
dihasilkan dan juga untuk menyesuaikan orientasi suatu obyek selain juga
dapat menggunakan sensor proksimiti.
Sensor sentuh pada dasarnya
adalah saklar dengan berbagai macam variasi bentuknya. Rangkaian sensor
sentuh pada umumnya menggunakan resistor pull-up ataupun pull-down
seperti terlihat pada Gambar 0-1. Rangkaian menggunakan resistor pull-up
bersifat active low yang berarti rangkaian mengeluarkan sinyal 1
kecuali saat saklar aktif. Hal ini berkebalikan dengan rangkaian
menggunakan resistor pull-down yang bersifat active low, yaitu rangkaian
mengeluarkan sinyal 0 kecuali saat saklar aktif. Nilai resistor pull-up
dan pull down berkisar antara 1 – 10 k. Dari kedua rangkaian tersebut, rangkaian pull-up lebih banyak digunakan dibanding rangkaian pull down.
Gambar 0 1 Dasar rangkaian saklar
Gambar 0 2 Diagram pengkabelan untuk rangkaian sungut
Contoh
sensor sentuh sederhana berupa sungut (whisker) beserta diagram
pengkabelannya terdapat pada Gambar 0-2. Rangkaian ini sebetulnya
merupakan rangkaian pull up dengan kedua sungut berfungsi sebagai
saklar. Rangkaian akan mengeluarkan sinyal 1 saat sungut tidak tertekan.
Jika sungut tertekan maka sinyal output akan menjadi 0 karena sungut
dihubungkan dengan ground.
Gambar 0 3 Microswitch beserta rangkaiannya.
Pilihan
lain yang dapat digunakan sebagai sensor sentuh adalah microswitch yang
merupakan saklar SPDT. Microswitch adalah saklar tekan yang aktif jika
ada obyek menyentuh/mendorong tuas dan sering juga disebut sebagai limit
switch. Gambar 0-3 menunjukkan gambar microswitch dan contoh
rangkaiannya.
Hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan sensor
sentuh adalah robot yang menggunakan sensor ini haruslah dapat berhenti
secara mendadak sehingga kurang cocok untuk robot dengan kecepatan
tinggi. Untuk deteksi obyek lebih lanjut dapat digunakan sensor
non-kontak seperti ultrasonik ataupun inframerah.
Sensor Cahaya
Terdapat
banyak peranti yang dapat digunakan sebagai sensor cahaya antara lain
fotoresistor, fotodioda, dan fototransistor. Berdasarkan panjang
gelombangnya sensor cahaya diklasifikasikan menjadi sensor inframerah,
cahaya tampak dan ultraviolet.
Sensor cahaya mempunyai banyak
kegunaan pada sistem otomasi. Beberapa contohnya antara lain deteksi
kertas pada printer, penentuan banyaknya lampu yang dibutuhkan suatu
ruangan, dan penentuan nyala lampu blitz pada kamera.
Pada mobile
robot sensor cahaya kebanyakan digunakan untuk dua hal, yaitu penjejak
garis dan deteksi obyek. Robot penjejak garis menggunakan sensor cahaya
untuk menentukan garis yang berwarna gelap dengan lantai yang berwarna
terang atau sebaliknya. Sensor deteksi obyek dapat dibagi menjadi :
- sensor
proksimasi : biasanya berupa sensor dengan output biner. Obyek hanya
diketahui jika memasuki zona tertentu di sekitar robot, di luar zona itu
obyek diabaikan.
- sensor pengukuran jarak : selain mengetahui
keberadaan suatu obyek, sensor juga dapat mengetahui jarak obyek dari
robot dalam rentang jarak tertentu.
Selain kedua penggunaan
utama tersebut, sensor cahaya dapat juga digunakan sebagai pengukur
temperatur (inframerah) dan sensor api (ultraviolet).
Fotoresistor
atau sering juga disebut sebagai Light Dependant Resistor adalah
resistor yang mempunyai nilai resistansi yang berubah sesuai dengan
intensitas cahaya tampak yang menimpanya. Elemen pada fotoresistor
terbuat dari Cadmium Sulfida (CdS) yang peka terhadap cahaya tampak.
Intensitas cahaya berbanding terbalik dengan nilai resistansi
fotoresistor, atau dengan kata lain sebanding dengan nilai
konduktansinya. Keadaan gelap menyebabkan nilai resistansi meningkat,
sedangkan keadaan terang menyebabkan nilai resistansi berkurang. Nilai
resistansi fotoresistor berkisar antara beberapa ohm hingga beberapa
kilo ohm.
Gambar 0 4 Perbandingan karakteristik sel CdS (fotoresistor) dengan fotodioda (dan fototransistor)
Fotoresistor
dihubungkan dengan resistor lain untuk membentuk rangkaian pembagi
tegangan untuk diukur beda tegangannya. Gambar 0-5 menunjukkan rangkaian
fotoresistor, untuk (a) tegangan output sebanding dengan intensitas
cahaya, sedangkan pada (b) tegangan berbanding terbalik dengan
intensitas cahaya. Nilai R dipilih sehingga nilai Vout diusahakan berada pada rentang 0 – 5 V. Untuk penggunaan umum nilai R dapat dipilih 330 atau 470 .
Output dari rangkaian fotoresistor dapat dihubungkan dengan komparator
untuk mendapatkan sinyal biner (on/off) ataupun ADC. Cara lain mengukur
nilai resistansi fotoresistor adalah dengan mengukur waktu RC yang akan
dijelaskan pada bagian pengkondisi sinyal. Fotoresistor mempunyai
kelemahan dibanding fototransistor ataupun fotodioda yaitu waktu
responsnya yang relatif lambat.
Gambar 0 5 Fotoresistor dan rangkaiannya
Fototransistor
adalah transistor (biasanya dari jenis NPN) yang dapat meneruskan arus
sesuai dengan banyaknya intensitas cahaya yang mengenainya. Berbeda
dengan fotoresistor yang peka terhadap cahaya tampak, fototransistor dan
juga fotodioda lebih peka terhadap cahaya pada spektrum inframerah.
Cahaya pada fototransistor menggantikan peranan arus basis, semakin
banyak intensitas cahaya, semakin banyak arus yang dapat dialirkan dari
kolektor ke emitor.
Gambar 0 6 Rangkaian fototransistor
Contoh
rangkaian fototransistor ditunjukkan pada Gambar 0-6. Rangkaian
tersebut bersifat active low, yang berarti tegangan output berbanding
terbalik dengan intensitas cahaya yang diterima. Output rangkaian
fototransistor biasanya dihubungkan dengan pengkondisi sinyal biner
seperti inverting transistor, komparator, ataupun Schmidt trigger.
Fototransistor sering ditemui dalam kemasan berpasangan dengan LED
(biasanya inframerah) membentuk rangkaian optokopler (atau optoisolator)
dan optoreflektor.
Fotodioda merupakan dioda yang peka terhadap
cahaya. Dioda pada umumnya hanya dapat mengalirkan arus dari anoda ke
katoda, namun fotodioda dapat mengalirkan arus yang berarah sebaliknya
(dari katoda ke anoda) saat diberi cahaya. Rangkaian fotodioda mirip
dengan rangkaian fototransistor seperti terlihat pada Gambar 0-7. Jika
diberi cahaya maka tegangan output akan berkurang, begitu juga jika
keadaansebaliknya.
Gambar 0 7 Rangkaian fotodioda
Sensor Inframerah
Sinar
inframerah adalah sinar atau gelombang elektromagnet yang mempunyai
frekuensi lebih rendah (atau dengan kata lain panjang gelombang lebih
besar) dari warna merah. Penggunaan inframerah yang paling populer
adalah pada peranti remote control TV. Pada robot, selain untuk remote
control inframerah juga dapat digunakan sebagai sensor proksimasi
ataupun pengukur jarak. Untuk itu diperlukan LED inframerah dan penerima
inframerah, yang memuat detektor inframerah beserta pelengkapnya
seperti tapis, penguat, dan demodulator. Sinar inframerah yang
dipancarkan mempunyai frekuensi 38 – 40 kHz untuk membedakan dengan
pancaran sinar inframerah lain (misal dari lampu atau sinar matahari).
Pada penerima demodulator digunakan mengubah sinyal tersebut menjadi
sinyal biner biasa.
Gambar 0 8 Penerima inframerah
Salah
satu contoh sensor inframerah untuk penentuan jarak adalah GPD2D12 dari
Sharp. Sensor ini sebenarnya digunakan untuk peranti peringatan jarak
pada mobil dan deteksi banyaknya kertas pada mesin fotokopi. Output dari
sensor ini adalah bilangan biner 8 bit yang mewakili jarak antara 10 –
80 cm. Prinsip kerja sensor ini adalah mengukur kemiringan pantulan dari
sinar inframerah yang dipantulkan oleh suatu obyek (Gambar 0-10).
Semakin dekat obyek berada semakin besar pula sudut pantulan sinar
inframerah.
Gambar 0 9 Sensor GPD2D12 dari Sharp beserta hubungan input-outputnya
Gambar 0 10 Prinsip kerja sensor pengukur jarak inframerah
Jenis
lain sensor inframerah adalah Passive Infra Red (PIR). PIR dapat
digunakan untuk mendeteksi manusia atau binatang yang ada di dekatnya
melalui radiasi inframerah dari panas tubuh yang dipancarkan. Sensor ini
digunakan misalnya pada pintu otomatis atau sistem alarm.
Gambar 0 11 Passive Infra Red
Sensor Ultrasonik
Suara
seperti juga cahaya cenderung untuk melintas dalam lintasan garis lurus
dan dapat terpantulkan oleh suatu obyek pada lintasannya. Di alam
terdapat beberapa hewan yang dapat bernavigasi dengan menggunakan
gelombang suara, misalnya ikan lumba-lumba dan kelelawar. Mereka
memancarkan gelombang ultrasonik, yaitu gelombang suara yang mempunyai
frekuensi lebih tinggi daripada frekuensi suara yang dapat didengar oleh
manusia, kemudian menerima gelombang pantulan dari obyek yang ada di
depan hewan-tersebut. Dengan cara seperti ini mereka dapat mengetahui
keberadaan suatu obyek penghalang dan jaraknya meskipun sebagian dari
mereka, yaitu kelelawar, tidak mempunyai indra pengelihatan yang baik.
Untuk
menirukan ikan lumba-lumba dan kelelawar tersebut robot dapat
dilengkapi dengan sensor ultrasonik atau yang dikenal juga sebagai SONAR
(Sound Navigating and Ranging). Gelombang ultrasonik dipancarkan oleh
transmiter dan pantulannya diterima oleh receiver. Sonar tidak
terpengaruhi oleh warna dan sifat pantulan cahaya dari obyek, namun
kemampuannya akan menurun jika obyek terbuat dari material tertentu yang
dapat menyerap gelombang suara (peredam suara).
Gambar 0 12 Rangkaian transmitter ultrasonik (McComb & Priedko, 2006)
Gambar 0 13 Rangkaian receiver ultrasonik (McComb & Priedko, 2006)
Gambar
0-12 dan Gambar 0-13 menunjukkan contoh rangkaian transmitter dan
receiver untuk sensor proksimasi ultrasonik. Gelombang suara yang
digunakan mempunyai frekuensi 40 kHz yang dihasilkan oleh timer 555 pada
rangkaian multivibrator astabil yang kemudian dikuatkan oleh suatu
transistor untuk kemudian dipancarkan oleh transduser ultrasonik.
Pantulan dari obyek diterima oleh transduser ultrasonik pada rangkaian
receiver yang mempunyai dua buah opamp, masing-masing berfungsi sebagai
penguat dan komparator. Semakin dekat suatu obyek dengan receiver maka
semakin kuat pula sinyal yang diterima receiver (jangan lupa bahwa jenis
material obyek juga bepengaruh). Output komparator akan bernilai rendah
atau tinggi jika sensor dijauhkan atau didekatkan dengan obyek.
Pengaturan sensitivitas sensor dilakukan dengan mengatur R2 pada
rangkaian receiver. Sensitivitas sensor ultrasonik ini menyangkut
seberapa dekat/jauh jarak obyek saat output sensor bernilai tinggi.
Jarak maksimal sensor ini maksimal dapat mencapai 3 m.

Gambar 0 14 Prinsip kerja sensor jarak ultrasonik
Selain
sebagai sensor proksimasi, sensor ultrasonik juga dapat juga digunakan
sebagai pengukur jarak yang cukup akurat. Prinsip kerja sensor jarak ini
adalah transmitter mengirimkan seberkas gelombang ultrasonik, lalu
diukur waktu yang dibutuhkan hingga datangnya pantulan dari obyek.
Lamanya waktu ini sebanding dengan dua kali jarak sensor dengan obyek,
sehingga jarak sensor dengan obyek dapat ditentukan persamaan

s
oby = jarak sensor dengan obyek
c
ud = kecepatan suara pada media udara
t = waktu antara sinyal dipancarkan dan diterima pantulannya
Kecepatan suata pada media udara dipengaruhi oleh temperatur dan juga kelembaban. Untuk media udara pada temperatur 20
0C kecepatan suara adalah 344,8 m/s.
Gambar 0 15 Ping))) (Parallax Inc, 2006)
Salah
satu contoh sensor jarak ultrasonik adalah Ping))) dari Parallax.
Sensor ini mempunyai tiga buah pin yang masing-masing dihubungkan dengan
ground, tegangan catu daya, dan sebuah pin I/O. Kontroler memerintahkan
Ping))) untuk memancarkan seberkas sinyal ultraviolet dengan cara
memberikan sinyal pulsa 10 μs melalui pin I/O. Setelah memancarkan
sinyal ultraviolet Ping))) akan memberikan sinyal high ke kontroler yang
akan berubah menjadi low saat Ping))) menerima sinyal pantulan dari
obyek. Kontroler menghitung waktu sinyal high tersebut dan kemudian
dikonversikan menjadi jarak.
Enkoder
Untuk mengukur
posisi poros motor dan kecepatannya digunakan enkoder. Enkoder adalah
peranti untuk mengukur gerak dengan output berupa rangkaian pulsa
digital. Dengan mencacah bit tunggal atau melakukan dekoding rangkaian
bit, pulsa dapat dikonversikan menjadi posisi absolut atau inkremental.
Jenis enkoder yang banyak digunakan adalah enkoder magnetik dan enkoder
optik.
Gambar 0 16 Enkoder
Enkoder
magnetik menggunakan sensor efek Hall sebagai detektor magnet. Pada
poros dipasangkan sejumlah magnet (atau dapat juga hanya berupa
takikan/tonjolan pada poros), misalnya 16 buah, yang menghasilkan output
pulsa dengan jumlah yang sama setiap putaran porosnya.
Enkoder
optik biasanya menggunakan LED inframerah sebagai simber cahaya,
fototransistor atau foto dioda sebagai detektor cahaya serta suatu
piringan. Terdapat dua prinsip kerja yang dapat digunakan sebagai
penghasil rangkaian pulsa. Yang pertama adalah berdasarkan warna
hitam-putih (atau gelap-terang) pada piringan enkoder (Gambar 0-17a),
yang kedua berdasarkan ada tidaknya lubang pada piringan enkoder (Gambar
0-17b).
Gambar 0 17 Prinsip kerja enkoder optik
Enkoder
dibedakan menjadi enkoder inkremental dan enkoder absolut. Enkoder
inkremental menghasilkan pulsa digital yang dihitung untuk menentukan
perpindahan relatif poros. Enkoder absolut menggunakan piringan yang
memiliki beberapa jalur/track berupa kode digital untuk menunjukkan
posisi absolut poros. Berdasarkan kode digital yang digunakan terdapat
dua jenis piringan, yaitu yang menggunakan kode biner dan gray-code.
Gray-code adalah modifikasi dari kode biner yang digunakan untuk
mencegah kesalahan baca dari fototransistor. Pada gray-code ini setiap
transisi dari sektor yang bertetangga menyebabkan perubahan hanya 1 bit.
Gambar 0 18 Piringan kode biner dan gray-code
Enkoder
digunakan pada mobile robot terutama untuk aplikasi odometri. Odometri
adalah penentuan posisi dan orientasi robot di ruang relatif terhadap
suatu referensi berdasarkan jumlah putaran rodanya.
Kompas
Kompas
adalah sensor yang menunjukkan arah/orientasi robot pada bidang
mendatar yang digunakan sebagai alat bantu navigasi robot. Gambar 0-19
menunjukkan salah satu contoh kompas yaitu modul CMPS03 dari Devantech.
Modul ini menggunakan sensor medan magnet Philips KMZ51 untuk mengukur
medan magnet Bumi. Output sensor ini dapat berupa PWM atau I2C. Jika
dipilih PWM, maka output akan mengeluarkan pulsa selama 1 ms untuk 0
0 hingga 36,99ms untuk 359,99
0, dengan kata lain mempunyai sensitivitas 0,1 ms/
0
dan offset 1 ms. Untuk I2C modul mengirimkan data yang dapat berupa
byte (0 – 255) atau word (0 – 3599) untuk satu putarannya. Modul sensor
ini dapat dikalibrasi ulang dengan metode manual ataupun I2C.
Gambar 0 19 Modul kompas CMPS03
Akselerometer
Akselerometer
adalah sensor yang digunakan untuk mengukur percepatan (perubahan
kecepatan). Pada robot akselerometer dapat digunakan pada robot untuk
aplikasi antara lain robot swatimbang (self balanced robot), robot
berjalan, deteksi benturan, detektor getaran, dan deteksi G-force. Salah
satu contoh akselerometer adalah modul Memsic MX2125 dari Parallax.
Sensor ini dapat mengindra percepatan pada dua sumbu.
Gambar 0 20 Modul akselerometer Memsic MX2125
Output dari sensor ini adalah PWM yang menunjukkan hubungan

dengan
A = besarnya percepatan, g
T
1 = waktu saat pulsa high
T
2 = waktu total = 10 ms